Headlines News :
Home » » JANGAN PISAHKAN SEKOLAH DENGAN KELUARGA

JANGAN PISAHKAN SEKOLAH DENGAN KELUARGA

Written By MWC LP Maarif Muntilan on Selasa, 21 Februari 2012 | 08.13

Oleh: Muh.Muslih

Adalah Kak WeES, Sang raja dongeng yang sering muncul di televisi kita, merasa sangat gelisah dengan kondisi pendidikan kita sekarang ini. Mengapa? Ada yang salah dalam memahami (misunderstanding) istilah tersebut dan berlaku praktek yang terlanjur salah kaprah dalam keseharian.

Menurut Ki Hajar Dewantoro disebutkan bahwa pendidikan adalah proses atau upaya mendewasakan seseorang atau sekelompok orang lewat pelatihan, pembisaaan, dan pengajaran. Pelaksanaan pendidikan dilakukan sepanjang hayat, sejak lahir sampai mati, sejak bangun tidur sampai menjelang tidur. Adapun tujuan atau hasil pendidikan adalah manusia dewasa yang: mandiri, bertanggung jawab, dan arif, berakhlak dan beradab ( etika).

Rumusan standar di atas sudah sangat kita kenal setiap hari, hanya dalam praktek keseharian yang tidak membuahkan hasil. Mengapa? Karena orang tua tidak memahami dan tidak tahu proses pendidikan yang sesungguhnya. Mereka menyangka bahwa sekolahlah pusat pendidikan di dunia ini. Artinya setelah mereka menyerahkan anaknya pada lembaga sekolah, mereka menyangka semua sudah selesai tinggal memetik hasilnya. Mereka pikir, kewajiban mereka pada anak itu tinggal mencarikan uang untuk mencukupi kebutuhan sekolah bagi anaknya. Apakah ini salah? salah besar , jawab Kak WeES dalam suatu kesempatan dengan penulis. Sekolah hanyalah salah satu bagian dari pendidikan sepanjang hayat. Kata sekolah menurut Socrates berasal dari kata scoolaee (bahasa Yunani) yang artinya mengisi waktu luang dengan belajar.

Jadi dari bahasa aslinya bisa kita ambil gambaran bahwa sekolah hanyalah salah satu aspek dari pendidikan. Proses pendidikan berjalan mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi. Dan melihat porsi waktu yang ada jelas terlihat bahwa keluarga merupakan pondasi paling utama dalam proses pendidikan. Untuk mewujudkan manusia dewasa yang mandiri, tanggung jawab, dan beretika perlu latihan dan pembisaaan yang terus menerus. Maka alangkah bodohnya orang tua yang tidak mau membiasakan anaknya untuk bisa mandiri.

Pendidikan Karakter Bermula dari Keluarga

Banyak orang tua yang tidak membiasakan anaknya belajar mencuci piring dan gelasnya seusai makan hanya dengan alasan takut anak memecahkan barang pecah belah itu. Maka jangan heran bila sampai usia SMA masih banyak anak yang tidak mau mengambil tugas mencuci piring dan gelasnya sendiri karena memang mereka tidak dibiasakan untuk melakukannya sendiri. Lalu banyak juga siswa usia SMP belum mampu mencuci dan menyeterika bajunya sendiri karena mereka waktu kecil tidak diperbolehkan belajar mencuci baju karena takut hasilnya tidak bersih. Jadi potensi belajar anak kecil itu dibunuh sendiri oleh orang tuanya. Mereka baru merasa jengkel saat anaknya sudah besar , namun belum juga mandiri. Dan ibu si anak tidak mengajari bagaimana menanak nasi pada anaknya, maka sampai lulus SMA anak perempuannya tidak mampu menanak nasi dan ibunya hanya mengatakan , sudah besar kok tidak bisa masak? Jadi anaknyalah yang disalahkan. Mari bapak dan ibu kita renungkan hal bahwa pendidikan itu proses yang berkelanjutan sejak dari bangun tidur hingga menjelang tidur lagi, maka pertanyaannya adalah “Apakah bapak dan ibu sudah merencanakan tentang pelatihan dan pembisaaan tiap hari bagi putra-putri tercinta?” Kalau belum, maka buatlah “kurikulum keluarga” dengan melibatkan semua anggota keluarga agar semua mempunyai andil dan tanggung jawab untuk mencapai hasil.

Dengan penerapan kurikulum ini si anak akan mempunyai tanggung jawab atas apa yang telah mereka rencanakan. Anak dibiasakan untuk membuat jadwal kegiatan harian mereka sehingga sejak kecil mereka terlatih untuk “berencana”. Sungguh merupakan latihan yang sangat berharga. Dengan memiliki “rencana” anak terbiasa berinisiatif dan kreatif. Orang tua perlu mendampingi dan mendengar apa saja yang akan dan telah dilakukan anak keseharian. Jangan beralasan sibuk ! Untuk siapakah kita sibuk dengan dunia? Jawabannya pasti untuk masa depan keluarga di dunia dan akhirat. Maka demi anak, sempatkan agar ada waktu khusus, meski hanya sekali sehari untuk melakukan kegiatan bersama dan curah pendapat (sharing). Mungkin bentuknya sholat berjamaah lalu dilanjutkan kultum atau tadarus bersama atau makan malam bersama lalu ada tanya jawab. Atau yang lain tergantung kreasi masing-masing  orang tua. Jadi anak bertanggung jawab lewat latihan disiplin dalam keluarga.

Karakter, sikap, akhlak adalah tiga istilah berbeda dengan maksud sama. Sebagai dasar pendidikan, orang tua / guru wajib menanamkan akhlak yang baik kepada setiap anak. Ibarat sebuah bangunan, karakter sikap atau akhlak adalah fondasi. Bila dalam diri anak telah tertancap sikap jujur, maka dimana pun ia akan memegang teguh sikap itu. Namun yang terjadi di keluarga justru kadang penerapan prinsip jujur tidak diterapkan secara konsisten. Sebagai contoh ada seorang anak menerima sesuatu dari seseorang, dari pihak bank misalnya, yang ingin menemui sang ibu.  Sudah jelas ibunya ada di samping anak, tetapi sang ibu justrumeminta si anak untuk menjawab, ibu sedang pergi. Bukankah hal-hal yang dianggap remeh ini yang memberi pelajaran kebohongan pada anak? Maka dapat dimengerti bila kasus mencontek di sekolah, hanya menjadi kasus lumrah  dibandingkan dengan ketidak disiplinan memakai seragam sekolah. Mengapa? Karena kita banyak melakukan ketidak jujuran sehingga tidak peka lagi ketika mendapati anak melakukannya. Ini mungkin yang mendasari pemikiran sebagian besar bangsa kita hingga membuat kita terkenal sebagai bangsa yang paling korup se Asia dan menjadi surganya pembajakan hak cipta di dunia.

Jadi kurikulum keluarga yang kokoh akan menjadi fondasi paling mendasar bagi si anak untuk merespon apa-apa yang ia dapatkan dari lingkungan di luar keluarganya. Bangsa kita ini dikenal sebagai bangsa yang religus dan menjunjung tinggi nilai spiritual, namun mengapa masih tetap merupakan negara terkorup di Asia? Karena sikap kejujuran tidak secara baik tergarap dalam dunia kependidikan kita. Karena pendidikan kita tidak mengintegrasikan model pendidikan keluarga dan pembelajaran di sekolah. Sekolah dianggap sebagai satu-satunya sarana pendidikan. Padahal kalau kita lihat dalam praktek, justru di sekolah lebih dominan aspek pengajaran ketimbang pendidikannya. Waktu di sekolah pun relatif lebih pendek dibandingkan dengan di rumah. Maka sudah waktunya pemerintah bersama seluruh rakyat untuk segera berbuat.

Jangan biarkan sekolah tercerabut dari pendidikan keluarga. Potensi pendidikan informal yang disebut dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ini harus mendapat perhatian yang serius dan ditindak lanjuti sampai hirarki pemerintahan terbawah yakni desa. Pendidikan Keluarga menjadi salah satu pendidikan alternatif yang perlu segera mendapat respon penerapannya. Jangan dibiarkan berjalan sendiri. Ingat negara Jepang sangat serius untuk melakukan gerakan 20 minutes before sleeping bagi keluarga untuk melahirkan anak-anak yang berkualitas lewat keluarganya. Gerakan membacakan buku cerita 20 menit sebelum tidur itu ternyata cukup efektif untuk menanamkan nilai-nilai moral luhur Jepang karena sponsor utamanya, yakni pemerintah sangat konsisten dengan pendidikan keluarga. Jepang terkenal sebagai bangsa yang maju dalam iptek, namun juga tetap sangat menjaga tradisi luhur bangsanya.

Hanya dengan adanya sinergi antara keluarga, masyarakat  dan pemerintahlah yang mampu menjadikan pendidikan bangsa ini benar-benar mampu mendewasakan anak sebagai calon penerus generasi bangsa yang berkualitas. Semoga.

Penulis: Ketua LP Maarif Muntilan




























Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Cari Blog Ini

Labels

Pendapat Anda Tentang Blog Ini

SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI SITUS RESMI MWC LP MA'ARIF KEC MUNTILAN
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. LP MAARIF MUNTILAN - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template